Kamis, 26 Januari 2012

Aya dan Malaikat Aya

Pagi itu, Aya terlihat kurang ceria. Entah apa yang ada difikirannya. “Kamu kenapa sih?” tanya Lia. “Enggak apa-apa, ke kantin yuk!” Lia mencoba menebak apa yang sedang terjadi pada temannya itu. “Oh, pasti gara-gara malaikatmu yang ada di kelas tiga itu kan?” tanya Lia setelah berfikir lama. Aya hanya tersenyum.
      Tidak lama kemudian, sosok malaikat yang mereka bicarakan pun muncul. Sosok manusia yang penuh kharisma, terlihat sangat bijaksana, dan cuek yang selama ini diidolakan Aya. Biasanya, saat Aya melihat malaikat itu, dengan reflek ia akan menjerit dan melompat, seakan-akan malaikat itu menebarkan pesona yang membuat Aya tak sanggup menahan rasa kagumnya yang berlebihan. Tapi, tidak untuk kali ini. Aya hanya diam dan membisu.
      “Tumben enggak mencak-mencak?” goda Lia. “Males ah, dia juga enggak pernah mencak-mencak kalo melihat aku” jawab Aya dengan ketus. “Heh? Secara juga dia enggak kenal sama kamu!”
    “Bukan itu masalahnya. Aku ini sedang galau. Baru dapat info yang enggak bagus mengenai kakak itu.” Mendengar hal itu, Lia pun terkejut dan menarik tangan Aya untuk duduk di depan labor computer.
    “Lho? Aku mau jajan nih. Gimana sih?” tanya Aya yang bingung dengan sikap Lia. “Iya, nanti saja. Info apa?” tanya Lia yang antusias dengan pernyataan Aya. 
         “Aku dapat info dari seseorang yang  namanya enggak perlu disebutkan. Katanya si malaikat itu naksir sama Renne, itu lho anak kelas sebelah” cerita Aya dengan ekspresi yang datar. “Apa? Bukannya Renne sudah punya pacar?” tanya Lia. “Iya. Setahu aku, Renne itu enggak suka sama malaikat. Karena hal itulah malaikatku mundur. Maksudnya enggak jadi naksir Renne lagi. Tapi, tetap saja hatiku ini terasa bagai dijatuhkan bom seperti di Hiroshima dan Nagasaki.  Sakit banget. Apalagi Renne itu jauh lebih baik daripada aku.”
            “Ye… beda kali Aya, lebih baik dari mananya? Kamu sama Renne itu tidak jauh berbeda kok.” Lia mencoba menghibur Aya. Aya hanya tersenyum sambil menarik tangan Lia ke kantin.
            Rasa kagum Aya kepada seseorang yang dianggapnya sebagai malaikat itu membuatnya sangat bersyukur atas nikmat Tuhan yang tak pernah putus-putusnya. Ia selalu menantikan malaikat pujaan hatinya lewat di hall dan berharap malaikat pujuaan hatinya itu mampir dalam mimpi indahnya. Ia berharap bayang-bayang malaikat itu selalu menyelimuti kehidupannya yang pelan-pelan berubah menjadi indah. Ia tak sabar menulis lembar demi lembar kertas putih tentang perjalanan cintanya dengan tinta emas agar terkesan begitu berharga. Seakan-akan malaikat itu sendiri seperti separuh dari jiwanya yang ia jaga.
            Beberapa hari setelah itu…
            Aya menghampiri Lia dan menceritakan semua informasi yang baru ia dapatkan mengenai malaikat pujaan hatinya itu. “Apa? Jadi kakak itu sedang dalam masa pendekatan sama Nay?” Lia terkejut dan rasa  tidak percayanya mendesaknya untuk mengutarakan banyak pertanyaan yang sulit di jawab oleh Aya. “Yah, itulah yang sejauh ini aku ketahui. Dia itu adalah malaikat yang membuat aku memohon kepada Tuhan agar ia bisa membuatku tersenyum. Tapi ini malah sebaliknya” keluh Aya.
            “Kamu tahu darimana?” tanya Aya. “Twitter, Facebook, please deh Lia sekarang itu bukan zamannya lagi untuk mengemis informasi. Mulanya dia hanya kirim salam, lalu minta nomor handphone, terus sms-an, dan berlanjut sampai sekarang.”
            “Belum tentu juga mereka pacaran kan, Aya” sanggah Lia. “Lia,  intinya itu begini, aku sama sekali bukan tipe cewek yang mudah putus asa. Ibuku pernah bilang bahwa seuatu yang tidak mungkin itu punya kemungkinan untuk terjadi. Dan Mario Teguh pernah mengatakan bahwa cinta yang mulia itu adalah mencintai orang yang sulit untuk dicintai, dan cinta itu harus memiliki. Pernyataan itu akan berubah jika orang kita cintai sudah memiliki orang lain, atau menginginkan orang lain selain kita atau juga orang yang mencintai itu sudah dimiliki orang lain. Dan dalam hal ini, aku tidak putus asa, hanya saja menyerahkan diri pada apa yang sudah ditakdirkan Tuhan. Toh, aku hanya seorang penggemar, tidak lebih. Aku juga akan bahagia jika aku masih bisa melihat malaikat berjalan dengan sinarnya yang memancar keseluruh penjuru hatiku di hall setiap hari.”
            Mendengar penjelasan dari Aya, Lia pun tersenyum dan  berkata, “kalau begitu mari kita menelan bola lampu supaya kita juga bersinar seperti malaikatmu. Haha” Aya tersenyum mendengar gurauan Lia. Dan pada akhirnya bell masuk pun berbunyi. Mereka masuk kedalam kelas sambil bergurau ria.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Yap, terimakasih telah berkunjung. Jangan lupa comment ya, make sure you give a sign, so I can visit you back xoxo