Pagi itu, Aya terlihat
kurang ceria. Entah apa yang ada difikirannya. “Kamu kenapa sih?” tanya Lia. “Enggak apa-apa, ke kantin yuk!” Lia
mencoba menebak apa yang sedang terjadi pada temannya itu. “Oh, pasti gara-gara
malaikatmu yang ada di kelas tiga itu kan?” tanya Lia setelah berfikir lama.
Aya hanya tersenyum.
Tidak lama kemudian, sosok malaikat yang mereka bicarakan
pun muncul. Sosok manusia yang penuh kharisma, terlihat sangat bijaksana, dan
cuek yang selama ini diidolakan Aya. Biasanya, saat Aya melihat malaikat itu,
dengan reflek ia akan menjerit dan melompat, seakan-akan malaikat itu
menebarkan pesona yang membuat Aya tak sanggup menahan rasa kagumnya yang
berlebihan. Tapi, tidak untuk kali ini. Aya hanya diam dan membisu.
“Tumben enggak mencak-mencak?”
goda Lia. “Males ah, dia juga enggak pernah mencak-mencak kalo melihat aku” jawab Aya dengan ketus. “Heh?
Secara juga dia enggak kenal sama
kamu!”
“Bukan itu masalahnya. Aku ini sedang galau. Baru dapat
info yang enggak bagus mengenai kakak
itu.” Mendengar hal itu, Lia pun terkejut dan menarik tangan Aya untuk duduk di
depan labor computer.
“Lho? Aku mau
jajan nih. Gimana sih?” tanya Aya yang bingung dengan sikap Lia. “Iya, nanti
saja. Info apa?” tanya Lia yang antusias dengan pernyataan Aya.
“Aku dapat info dari seseorang yang namanya enggak perlu disebutkan. Katanya si malaikat itu naksir sama Renne, itu lho anak kelas sebelah” cerita Aya dengan ekspresi yang datar. “Apa? Bukannya Renne sudah punya pacar?” tanya Lia. “Iya. Setahu aku, Renne itu enggak suka sama malaikat. Karena hal itulah malaikatku mundur. Maksudnya enggak jadi naksir Renne lagi. Tapi, tetap saja hatiku ini terasa bagai dijatuhkan bom seperti di Hiroshima dan Nagasaki. Sakit banget. Apalagi Renne itu jauh lebih baik daripada aku.”
“Aku dapat info dari seseorang yang namanya enggak perlu disebutkan. Katanya si malaikat itu naksir sama Renne, itu lho anak kelas sebelah” cerita Aya dengan ekspresi yang datar. “Apa? Bukannya Renne sudah punya pacar?” tanya Lia. “Iya. Setahu aku, Renne itu enggak suka sama malaikat. Karena hal itulah malaikatku mundur. Maksudnya enggak jadi naksir Renne lagi. Tapi, tetap saja hatiku ini terasa bagai dijatuhkan bom seperti di Hiroshima dan Nagasaki. Sakit banget. Apalagi Renne itu jauh lebih baik daripada aku.”
“Ye… beda kali Aya, lebih baik dari mananya? Kamu sama
Renne itu tidak jauh berbeda kok.” Lia mencoba menghibur Aya. Aya hanya
tersenyum sambil menarik tangan Lia ke kantin.
Rasa kagum Aya kepada seseorang yang dianggapnya sebagai
malaikat itu membuatnya sangat bersyukur atas nikmat Tuhan yang tak pernah
putus-putusnya. Ia selalu menantikan malaikat pujaan hatinya lewat di hall dan berharap malaikat pujuaan
hatinya itu mampir dalam mimpi indahnya. Ia berharap bayang-bayang malaikat itu
selalu menyelimuti kehidupannya yang pelan-pelan berubah menjadi indah. Ia tak
sabar menulis lembar demi lembar kertas putih tentang perjalanan cintanya
dengan tinta emas agar terkesan begitu berharga. Seakan-akan malaikat itu
sendiri seperti separuh dari jiwanya yang ia jaga.
Beberapa hari setelah itu…
Aya menghampiri Lia dan menceritakan semua informasi yang
baru ia dapatkan mengenai malaikat pujaan hatinya itu. “Apa? Jadi kakak itu sedang
dalam masa pendekatan sama Nay?” Lia terkejut dan rasa tidak percayanya mendesaknya untuk mengutarakan
banyak pertanyaan yang sulit di jawab oleh Aya. “Yah, itulah yang sejauh ini
aku ketahui. Dia itu adalah malaikat yang membuat aku memohon kepada Tuhan agar
ia bisa membuatku tersenyum. Tapi ini malah sebaliknya” keluh Aya.
“Kamu tahu darimana?” tanya Aya. “Twitter, Facebook, please deh
Lia sekarang itu bukan zamannya lagi untuk mengemis informasi. Mulanya dia hanya
kirim salam, lalu minta nomor handphone,
terus sms-an, dan berlanjut sampai
sekarang.”
“Belum tentu juga mereka pacaran kan, Aya” sanggah Lia. “Lia, intinya itu begini, aku sama sekali bukan
tipe cewek yang mudah putus asa. Ibuku pernah bilang bahwa seuatu yang tidak
mungkin itu punya kemungkinan untuk terjadi. Dan Mario Teguh pernah mengatakan
bahwa cinta yang mulia itu adalah mencintai orang yang sulit untuk dicintai,
dan cinta itu harus memiliki. Pernyataan itu akan berubah jika orang kita
cintai sudah memiliki orang lain, atau menginginkan orang lain selain kita atau
juga orang yang mencintai itu sudah dimiliki orang lain. Dan dalam hal ini, aku
tidak putus asa, hanya saja menyerahkan diri pada apa yang sudah ditakdirkan
Tuhan. Toh, aku hanya seorang penggemar, tidak lebih. Aku juga akan bahagia
jika aku masih bisa melihat malaikat berjalan dengan sinarnya yang memancar
keseluruh penjuru hatiku di hall setiap hari.”
Mendengar penjelasan dari Aya, Lia pun tersenyum dan berkata, “kalau begitu mari kita menelan bola
lampu supaya kita juga bersinar seperti malaikatmu. Haha” Aya tersenyum
mendengar gurauan Lia. Dan pada akhirnya bell
masuk pun berbunyi. Mereka masuk kedalam kelas sambil bergurau ria.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Yap, terimakasih telah berkunjung. Jangan lupa comment ya, make sure you give a sign, so I can visit you back xoxo