Banyak hal
yang terjadi saat dan sesudah UAS dan
itu benar-benar menguji kesabaran. Gue mencoba untuk tenang selama UAS. Gue
belajar selayaknya seorang mahasiswi yang baik, gue tetap beribadah dan
melakukan hal normal seperti biasa.
Gue tidak
lagi menerapkan sistem yang sama seperti saat SMA. Dulu gue cenderung ga
belajar, gue cuma bolak-balik halaman dan membaca sekilas. Seperti yang pernah
dikatakan paman gue, “Ujian jangan dibawa stress.
Yang penting kamu tidur yang cukup”. And
it really worked, I got almost A in every subjects. Idk why, it just like a
miracle.
Sekarang gue
pake sistem baru, “baca dan catat”. Gue bukan mesin fotocopy yang bisa menjiplak semua huruf dan angka persis seperti
di buku. Asal gue paham dan mengerti apa maksudnya gue bakal lanjut ke materi
berikutnya. Gue tau kalo gue payah dan parah banget dalam menghapal, jadi gue
cenderung baca lalu gue bikin rangkuman sendiri. Itu membuat gue ga perlu bawa
buku tebal bin berat, semakin tebal buku yang gue lihat sebelum ujian, gue
bakal semakin mules. Jadi beberapa lembar HVS sudah mewakilkan semuanya. It worked!
Menurut gue
penampakan wajah dosen bukan pemandangan yang bagus. Gue benar-benar merasa
bukan “diri gue yang sebenarnya” selama kuliah. Dulu gue aktif di kelas, gue
harus berani mengutarakan dan itu selalu berhasil bikin gue dipertimbangkan
oleh guru.
Ini tidak
berlaku di kuliah. Tidak perlu dijelaskan bagaimana suasana di kelas karena gue
benar-benar eneug kalo harus
mengingat semua tentang pelajaran disaat liburan di ambang pintu.
Balik lagi
dengan penampakan dosen. Gue mempersiapkan mental untuk tetap cool saat mengerjakan soal. Gue bakal
bikin dosen yang ngawas mikir, “Wah, tenang sekali anak ini. Pasti dia sudah
belajar mati-matian. Dia harus diberi apresiasi”. Dan gue berharap dosen
tersebut bakal meletakkan huruf “A” di setiap mata kuliah.
Ekspektasi
terkadang tidak sejalan dengan realita. Tidak semua mata kuliah si empunya yang
ngawas, dan yang paling “oh Tuhan” banget yang ngawas adalah asdos.
Menurut teman-teman,
mereka lebih suka asdos yang ngawas karena itu bikin mereka lebih relax, berasa diawasi oleh kakak dan
abang sendiri. Itu TIDAK BERLAKU buat GUE. Dulu, sebelum gue masuk kuliah, mas
kiki pernah memberi gue materi dasar. FYI, jangan pernah biarkan gue dan mas
kiki dilibatkan dalam suatu topik atau kita bakalan kayak batu sungai yang gede
terus saling mengantukkan diri. Gue benci melihat bagaimana mas kiki terihat
lebih pintar dan mas kiki senang melihat gue terlihat lebih bodoh. Mungkin DNA kita
ga cocok (?)
Masalahnya mata
kuliah yang justru diawasi oleh asdos adalah MATEMATIKA I. Pada saat yang sama
gue bener-bener pengen mati aja. Gue kaget waktu tau sepasang asdos yang masuk
ke kelas. Wajah teman-teman pada bahagia, sedangkan gue justru melongo kaget
dan gue tercekik, gue pengen minum air sebanyaknya tapi air minum gue habis.
Ayolah, ini matematika. Semua orang tau bagaimana gue ga suka matematika. Maaf.
Ceritanya pasti bakal beda kalo sepasang asdos ini ngawas makul Bahasa
Indonesia.
Sebenarnya tidak
ada yang salah dengan sepasang asdos yang gue yakin kami sekelas bakal bilang
KETJEH! Mereka serasi dan terlihat bagaikan malaikat turun dari surga, tapi gue
lebih melihat ini sebagai malaikat kematian.
Gue grogi,
tentu saja. Bayangan mas kiki tiba-tiba muncul dan menertawakan gue. Gue kesal
dan ini membuyarkan konsentrasi. Tapi anehnya, gue mengerjakan soal lebih cepat
dari biasanya, mengingat gue tidak suka matematika. Gue menoleh kesamping
melihat si jago matematika hanyut dalam dunianya sendiri, sedangkan gue udah
selesai. “Wah, asdos ini memberi gue kekuatan”, pikir gue. Tapi tetap saja ada soal
yang tidak gue kerjakan karena gue tidak tau mau jawab apa. Soal semacam ini
pernah gue kerjaan sekitar satu bulan yang lalu. Lupa.
Mulanya gue
berharap asdos cewek bakal tinggal dan ga kemana-mana, karena kita tau kalo
cewek lebih telaten dan sabar kalo urusan beginian, tapi sekali lagi ekspektasi
berbanding terbalik dengan realita. Asdos cewek pergi menghilang dan tinggallah
yang cowok sendirian. Pengen rasanya gue duduk disamping asdos itu dan bilang, ”YOU NEVER WALK STAY ALONE” kayak
jargonnya Liverpool tapi itu bakal bikin gue dilempar pake soal karena menurut
prediksi gue dia suka Arsenal haha canda ding…
Suara tawa mas
kiki masih terdengar, sisa waktu masih banyak. Si asdos kece mulai menjalankan
absensi. Gue berharap absen itu jalan sendiri sebagaimana biasanya tanpa dia
harus ikut berjalan dengan absen itu. Gue seperti punya radar kalo dia bentar
lagi nyampe ke bangku gue dan gue semakin grogi, beberapa kali pena gue jatuh dan
tangan gue gemetar hebat. Dari awal gue ga sanggup memegang pena, napas gue
tercekat, gue haus banget, tapi gue juga pengen pipis dan mules, parahnya maag
gue kambuh, entah apa penyebabnya, mungkin gue takut.
Tibalah
asdos itu di meja gue. Mampus! Padahal ini sangat mudah, tanda tangan absennya,
tersenyum pada asdos dan ucapkan terima kasih. Yang ada malah gue ga ngelihat
wajah si asdos, gue SOK stay cool,
mencoba mengisi absen dan parahnya karena gue grogi plus gemetaran, gue jadi
lupa tanda tangan gue sendiri. Konyol emang, tapi ini sumpah beneran terjadi. Gue
harap asdos itu tidak melihat bagaimana tangan gue gemetar hebat. Habislah gue!
Setelah
menahan pipis hampir sejam, gue nyerah, gue memberanikan diri buat permisi. Si
asdos sih asik-asik aja, gue pengen mampus lari ke toilet. Lega coy lega. Gue
melirik jam tangan Al yang melingkar dengan terpaksa di pergelangan tangan gue,
kamvret! Masih ada sejam lebih lagi. Gue memilih balik lagi ke kelas.
Gue mecoba
menenangkan diri dengan menggambar di balik soal. Gue mencari objek gambar yang
bagus. Dan sepertinya asdos itu cukup menarik. Lagi asik-asiknya menggambar,
gue mulai dengar suara pena yang dimainkan, gue melihat ke sekeliling, ternyata
si asdos. Gue lanjut gambar. Tiba-tiba bunyi suara kunci jatuh beberapa kali.
Ternyata asdos itu lagi. Sekali lagi asdos itu bertindak aneh maka gue akan turun
tangan.
Tetiba gue
mendengar suara siulan. Siualan yang diajarkan Rue kepada Katniss di Hunger Games,
itu juga kalo gue ga salah dengar. Sontak kepala gue tegak dan mencari sumber
bunyi itu, dan ternyata itu dari si asdos juga, baru mau gue tegur, “Bang, bisa
lebih tenang ga?” dia malah ngeliat gue duluan dan nyali gue ciut. Gue cetek?
Emang.
Gambar gue pun
selesai. Hasilnya parah banget, biasanya gue bisa gambar jauh lebih baik dari pada
ini. But who cares? setidaknya gue
udah bisa tenang. Beberapa dari kami sudah mengumpulkan jawaban dan gue
tertarik untuk ikut mengumpulkan. Sialnya, kertas soal juga di kumpul.
Asdfghjkl! Gue ga sempat menghapus gambar dibalik soal itu. Gue harap asdos itu
tidak menyadarinya dan meloloskan gue.
Semenjak itu,
gue takut ketemu sepasang asdos itu, khususnya yang cowok, mengingat gue sangat
bodoh. Gue juga curiga kalo dia yang mengoreksi hasil ujian kami dan tamatlah
gue! Dia bikin gue pengen mati lagi. Dia bisa saja memeriksa punya gue dan
melihat nilai gue yang payah dan ketika bertemu gue dia bisa melayangkan
tatapan “bodoh sekali anda”seperti yang biasa di lakukan mas kiki.
Tapi ini
memberi gue pelajaran. Gue tidak lagi menggambar di belakang soal, pena gue
tidak lagi jatuh,dan gue ingat bagaimana bentuk tanda tangan gue. Terima kasih.
Eh ada nama saya kakak *salah fokus*. Ngahahaha gara-gara si doi dikau jd kek gitu nak. seng sabar nggeh
BalasHapus